Situs Singkil Lama Menanti Diselamatkan


"Kami khawatir, kalau pemerintah tidak segera memugar, takkan ada lagi sejarah Singkil yang tersisa."
aceh,pulau banyak,singkil,pulau,laut,wisataPulau Balai, bagian dari Pulau Banyak di Aceh Singkil, Aceh
Warga Desa Kilangan, salah satu dari 16 kampung di Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil, Aceh, meminta pemerintah pusat dan provinsi untuk melindungi Situs Singkil Lama.
Situs ini patut diselamatkan. Sekarang sisa-sisa peninggalan seperti bekas permukiman, pemakaman, dan benteng Belanda yang tersisa, terancam tenggelam akibat kenaikan permukaan laut.
Menurut Kepala Desa Kilangan, Riwayanto, "Kawasan Singkil Lama sekarang makin terendam dan rusak. Kami khawatir, kalau pemerintah tidak segera memugar, takkan ada lagi sejarah Singkil yang tersisa."
Memang tidak banyak lagi yang tersisa dari Singkil Lama. Sapuan air laut perlahan mengusir kehidupan dari wilayah ini.
Telah ratusan tahun yang lalu Singkil Lama ditenggelamkan oleh 'galoro' (tsunami) dan warga pindah, menyeberang dan menetap di sebelah hulu sungai, daerah permukiman yang dikenal kini sebagai Singkil Baru. Permukiman pertama di Kilangan, kemudian menyebar ke Desa Ujung, Desa Pasar, dan Pulau Sarok.
Namun setelah dihantam gempa Aceh tahun 2004 dan gempa Nias 2005, tanah daratan Singkil turun 0,5 hingga 1,5 meter, memaksa penduduk Kilangan berpindah lagi ke tempat yang lebih tinggi. Bencana tersebut membuat sedikitnya 3.000 rumah di Singkil Baru tenggelam.
Singkil Lama terletak di muara Sungai Singkil —sungai terpanjang di Aceh yang menjadi pertemuan aliran Sungai Alas di Kabupaten Aceh Tenggara dan Sungai Simpang Kanan di Kabupaten Dairi, Sumut.
Berdasarkan laporan Ekspedisi Kompas di 2012, Kota Singkil Lama saat ini hanya sebuah daerah tak bertuan di ujung selatan pantai barat Aceh. Hanya menyisakan deretan tonggak pohon yang mengering pada bibir pantai. Untuk sampai di sana, dibutuhkan waktu lebih kurang empat puluh lima menit perjalanan menggunakan perahu motor kecil dari dermaga kampung Kilangan.
Padahal dulu di sinilah lokasi pelabuhan besar yang merupakan pusat peradaban. Pelabuhan Singkil merupakan tempat diperdagangkannya komoditas hasil Bumi dari pedalaman Sumatra —antara lain kayu, rotan, damar, kopra, kapur barus, dan minyak nilam— untuk diekspor ke luar.
Singkil pun kerap disebut di catatan-catatan kuno karena memiliki tokoh Islam. Salah satunya Syekh Abdul Rauf As-Singkili. Ulama ini dikenal penyebar agama Islam pada abad 17. Ia menuntut ilmu di Mekkah selama 19 tahun. Catatan pendidikannya menguatkan hubungan Singkil dengan dunia luar.
Makam Syekh Abdul Rauf yang berada dalam kampung, termasuk satu situs bersejarah yang ikut ditinggalkan pascatsunami.
(Gloria Samantha. Kompas, Hidup Mati di Negeri Cincin Api)