Ketika Hadits Bukan Lagi Sunnah Rasul (2)


Yang disebutkan sebagai sumber kedua sesudah Kitab Suci al-Qur’an ialah sunnah, bukan hadits, sebagaimana sering dituturkan tentang adanya sabda Nabi saw. “Aku tinggalkan di antara kalian dua perkara, yang kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya: Kitab Allah dan sunnah RasulNya.” Pada waktu itu Nabi telah melarang hadits dibukukan dengan keras dan diulang-ulang. Diikuti dengan taat para khulafaur rasyidin serta segenap sahabat dekat lainnya. Nabi dengan demikian sesungguhnya hanya merujuk Al Quran semata.
*
Masih saja banyak ulama “status quo” yang sengaja atau pun sembarangan mengucapkannya hingga menjadi seperti: “Aku tinggalkan di antara kalian dua perkara, yang kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya: Al Quran dan Hadis”. Gerakan hadits digalakkan terus. Sunnah tidak dapat dibedakan dari hadits, demikian pula sebaliknya.
*
Kerancuan itu telah mengakibatkan salah ajaran Islam selama 1000 tahun ini yang sungguh fatal, yakni kebodohan yang ditertawakan dunia dan kezaliman yang dikutuk dunia.
*
PENGERTIAN SUNNAH
*
 Pemahaman Nabi terhadap pesan atau wahyu Allah itu teladan beliau dalam melaksanakannya membentuk “tradisi” atau “sunnah” kenabian (al-sunnah al-Nabawiyyah). Sunnah Nabi harus pula dipahami sebagai keseluruhan kepribadian Nabi dan akhlak beliau, yang dalam kepribadian dan akhlak beliau disebutkan dalam Kitab Suci sebagai teladan yang baik (uswah hasanah) bagi kita semua “yang benar-benar berharap pada Allah pada Hari Kemudian, serta banyak ingat kepada Allah” (Q.S. al-Ahzab 33:32). Dan beliau juga dilukiskan dalam Kitab Suci sebagai seorang yang berakhlak amat mulia (Q.S. al-Qalam 68:4). Dengan demikian Nabi, dalam hal ini tingkah laku dan kepribadian beliau sebagai seorang yang berakhlak mulia, menjadi pedoman hidup kedua setelah Kitab Suci bagi seluruh kaum beriman.
*
 ”Demi pagi yang cerah dan demi malam ketika telah kelam. Tidaklah Tuhanmu meninggalkan engkau (Muhammad), dan tidak pula murka. Dan pastilah kemudian hari lebih baik bagimu daripada yang sekarang ada. Dan juga pastilah Tuhanmu akanmenganugerahimu, maka kamu akan lega. Bukankah Dia mendapatimu yatim, kemudian Dia melindungimu?! Dan Dia mendapatimubingung, kemudian Dia membimbingmu?! Dan Dia mendapatimu miskin, kemudian Dia memperkayamu?! Maka kepada anak yatim,janganlah engkau menghardik! Dan kepada peminta-minta, janganlah kamu membentak! Sedangkan berkenaan dengan nikmat karunia Tuhanmu, engkau harus nyatakan! (QS. al-Dluha 93:1-11)
 *
Bukankah Kamu telah lapangkan dadamu?! Dan Kami bebaskan bebanmu, yang memberati punggungmu?! Serta Kami muliakannamamu?! Sebab sesunggahnya bersama kesulitan tentu ada kemudahan! Maka jika engkau bebas, kerja keraslah! Dan kepadaTuhanmu, senantiasa berharaplah! (QS. al-Syarh 94:1-8)
 *
Jadi, seperti telah diutarakan, dari kedua surat pendek yang banyak dibaca dalam shalat itu dapat disimpulkan gambaran dinamika kepribadian Nabi berhubung dengan pengalaman hidup perjuangan beliau. Jika kita renungkan lebih mendalam gambaran itu, maka sesungguhnya dinamika pengalaman hidup Nabi tersebut adalah universal, dalam arti dapat terjadi dan dialami oleh siapa saja dari kalangan manusia yang mempunyai tekad atau komitmen pada cita-cita luhur. Oleh karena itu sikap-sikap yang telah ditunjukkan oleh Nabi sebagaimana tersimpul dari kedua surat pendek itu akan melengkapi kaum beriman dengan contoh nyata dalam menghadapi problema kehidupan. Dari situ kita paham sebuah sunnah Nabi, dan dari situ pula kita mengerti suatu aspek makna firman Allah bahwa pada diri Rasulullah terdapat teladan yang baik bagi kaum beriman. Akhlak serta kepribadian yang menjadi sunnah Nabi, yang dapat disimpulkan dari kedua surat itu adalah kurang lebih demikian:
 *
1.Sikap senantiasa berpengharapan kepada Allah
2.Sadar akan perjuangan jangka panjang,
3.Yakin akan kemenangan akhir
4.Ingat akan latar belakang diri di masa lalu dan bagaimana semua kesulitan teratasi
5.Rasa kasih sayang kepada sesama manusia yang kurang beruntung
6.Senantiasa bersyukur pada Allah atas segala nikmat karunia-Nya
 7.Bersikap lapang dada
8.Memikul beban tanggungjawab dengan penuh kerelaan
9.Tidak kecil hati karena kesulitan, sebab yakin akan masa datang yang lebih baik
10.Menggunakan setiap waktu luang untuk kerja-kerja produktif
11.Tetap berorientasi kepada Allah, asal dan tuduan semua yang
 *
Firman Allah yang memberi gambaran dinamika kepribadian Nabi sebagai uswah hasanah dalam al-Qur’an cukup banyak. Pengkajian terhadap firman-firman itu akan memberi gambaran yang utuh tentang siapa Nabi dan bagaimana garis besar sepak terjang beliau dalam hidup beliau baik sebagai pribadi maupun sebagai Utusan Ilahi.
 *
Jadi sunnah Nabi dapat lebih banyak diketahui dari Kitab Suci daripada dari kumpulan kitab hadits. Meskipun banyak laporan dalam kitab-kitab hadits yang juga memberi gambaran tentang tingkah laku atau kepribadian Nabi, namun umumnya bersifat ad hoc terkait erat dengan tuntutan khusus ruang dan waktu. Sedangkan yang ada dalam al-Qur’an, ajaran moral di balik cerita selalu bersifat dinamik sehingga dapat dengan mudah diangkat pada tingkat generalitas yang tinggi, dengan demikian bernilai universal.
*
Sesungguhnya hadits memancar dari diri Nabi. Apapun yang sampai kepada kita semua dan bersesuaian dengan al-Quran, ia berasal dari diri Nabi, dan apapun penuturan yang sampai kepada kita dan menyalahi al-Qur’an, ia tidak berasal dari beliau.
*
Allah telah menegaskan “Tidak ada satu perkarapun yang Kami abaikan dalam Kitab Suci (Q.S. Al-An’am 6:38). Ini menjelaskan bahwa Kitab Suci telah mencakup seluruh prinsip penetapan syari’ah, sehingga bagaimana pun tidak lagi ada peran bagi sunnah (hadits) untuk menatapkan hukum dan membuat syari’ah.
*
Semoga bermanfaat, Wassalam.*
*
Diadaptasikan dari: Pergeseran Pengertian “Sunnah” Ke “Hadits”Implikasinya Dalam Pengembangan Syariah, oleh Nurcholish Madjid

Soetarto W