Bagaimanakah hukumnya seorang istri yang lebih menaati orangtuanya daripada suaminya? Apakah bisa digolongkan sebagai istri durhaka?
Jangan terburu menghakimi, mari kita simak pembahasannya.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Andai boleh kuperintahkan seseorang untuk bersujud kepada yang lain tentu kuperintahkan seorang istri untuk bersujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi no 1159, dinilai oleh al Albani sebagai hadits hasan shahih).
Ketika menjelaskan hadits di atas penulis Tuhfatul Ahwadzi mengatakan, “Demikian itu dikarenakan banyaknya hak suami yang wajib dipenuhi oleh istri dan tidak mampunya istri untuk berterima kasih kepada suaminya. Dalam hadits ini terdapat ungkapan yang sangat hiperbola menunjukkan wajibnya istri untuk menunaikan hak suaminya karena tidak diperbolehkan bersujud kepada selain Allah.”
Berdasarkan hadits di atas maka seorang istri berkewajiban untuk lebih mendahulukan hak suami dari pada orang tuanya jika tidak mungkin untuk menyelaraskan dua hal ini.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Seorang perempuan jika telah menikah maka suami lebih berhak terhadap dirinya dibandingkan kedua orang tuanya dan mentaati suami itu lebih wajib dari pada taat orang tua” (Majmu’ Fatawa 32/261).
Dengan demikian, jika ada perselisihan, maka istri wajib mendahulukan suaminya. Meskipun sebisa mungkin menyelaraskan kehendak suami dan orangtua terlebih dahulu.
Akan tetapi perlu juga kita perhatikan, apa yang menjadi poin perintah suami? Jika suami meminta sesuatu yang menyalahi aturan Islam, misalnya istri disuruh memutus silaturahim dengan keluarga da orangtua, tentu saja perintah yang semacam ini tak boleh ditaati.
Akan tetapi jika berkaitan dengan tempat tinggal, masalah keuangan, sesuatu yang semestiny bisa dibuat kesepakatan sebelum menikah, maka suda semestinya istri mendahulukan kepentingan suaminya, dan meminta pengertian pada kedua orangtuanya.