Batang yang Menyejarah (9)


(14) Goenawan Mohamad. Goenawan Mohamad lahir di Batang, 29 Juli 1941. Saat ini berusia 72 tahun. Sewaktu kecil bernama Goenawan Soesatyo, adik dokter Kartono, yang dulu pernah menjadi Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pusat. Ayahnya bernama Mohamad, seorang petani dan juragan ikan kaya yang hidup di sebuah kampung nelayan, Klidang, Keluarahan Karangasem, Kec. Batang Kota. Salah seorang kakak perempuannya bernama Hj. Chikmah (sekarang tinggal di Jakarta), adalah seorang aktivis Aisyiyah yang cukup terkenal di Batang dan sekitarnya. Perjuangannya mendorong pemberdayaan perempuan dan perawatan anak yatim masih dikenang teman dan sahabatnya.
Hingga sekarang rumah peninggalan keluarga H. Mohamad masih ada terletak di tepi Jl. Yos Sudarso Batang, sebelah utara jembatan Desa Klidang Lor. Karena hampir semua keluarga H. Mohamad tinggal di luar kota, maka rumah keluarga itu tampak kurang terawat. Padahal dengan ketokohan anak-anak keluarga H. Mohamad, sebenarnya rumah tersebut dapat dialih-fungsikan menjadi misalnya museum Goenawan Mohamad atau Griya Mohamad untuk menyimpan karya-karya beliau yang sangat banyak dan menjadi semacam monumen sebagai pemacu dan pemicu generasi muda Batang dan sekitarnya untuk berkarya seperti beliau. Jujur saja harus diakui bahwa Goenawan Mohamad adalah salah satu putra kelahiran Batang paling terkenal sebagai sastrawan (penyair), pemikir serba-bisa, dan jurnalis internasional bukan saja dikenal di Indonesia namun juga internasional. Ketokohannya secara internasional dibuktikan dengan karya-karyanya (baik sastra maupun esai) yang juga mendunia, bahkan sebagiannya diterjemahkan ke dalam bahasa asing (Inggris). Bukan saja penghargaan yang diterima, namun juga pengakuan internasional terhadap kegiatan dan kiprahnya dalam organisasi-organisasi internasional.
Karya-karya Goenawan dan teman-temannya dalam bidang musik juga dipentaskan di panggung-panggung dunia (Seattle, AS, 2000; New York, Tokyo, 2006; Berkeley) dan juga pementasan-pementasan di dalam negeri. Di bidang kesasteraan karya sastra Goenawan tak terhitung lagi, beberapa diantaranya yang sangat fenomenal adalah; Parikesit (1969), Interlude (1971), Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972), Seks, Sastra, dan Kita (1980), Asmaradhana (1992), Misalkan Kita ke Sarajevo (1998), dan sebagainya. Tulisan fenomenal lainnya dalam bidang jurnalistik adalah Catatan Pinggir, esai pendek yang terbit setiap di Majalah TEMPO, yang kemudian dibukukan dengan judul sama. Akhir-akhir ini (jika boleh disebut demikian) Goenawan dan teman-temannya mengelola Komunitas Utan Kayu, yang meliputi pagelaran teater, Radio 68H, Galeri Lontar, Kedai Tempo, Jaringan Islam Liberal, dan kegiatan-kegiatan sejenis yang mewadahi gaya pemikirannya dan sahabat-sahabatnya sesama penggerak gaya pemikiran bebasnya. (disadur dari wikipedia.org)
BERSAMBUNG
Sugito H