Catatan sejarah Rohingya di Myanmar


Bagi penduduk mayoritas Rakhine, Myanmar, keberadaan etnis Rohingya dianggap kerikil dalam sepatu yang terus mengganggu
Sebanyak 76 imigran muslim Rohingya asal Myanmar yang sebelumnya terdampar di Pulo Aceh saat tiba di Banda Aceh, untuk dievakuasi ke tempat penampungan di Krueng Raya, Senin 8 April 2013. @ ATJEHPOSTcom/Heri Juanda
ETNIS Rohingya sama sekali tidak diakui sebagai warga negara di Myanmar. Akibatnya, konflik antara etnis Rakhine dengan etnis Rohingya tak terelakkan. Selain itu, mereka juga tidak bisa mengakses pendidikan, layanan kesehatan, dan bahkan pekerjaan yang layak. Mereka betul-betul terabaikan dan terpinggirkan.
Pemerintah Myanmar tak mengakui kewarganegaraan etnis Rohingya karena menganggap kelompok Muslim ini bukan merupakan kelompok etnis yang sudah ada di Myanmar sebelum kemerdekaan Myanmar pada 1948. Hal itu pernah ditegaskan oleh Presiden Myanmar, Thein Sein, dalam Al Jazeera, 29 Juli 2012 lalu. Dia mengatakan, Myanmar tak mungkin memberikan kewarganegaraan kepada kelompok Rohingya yang dianggap imigran gelap dan pelintas batas dari Bangladesh itu.
Akar konflik yang lain adalah adanya kecemburuan terhadap etnis Rohingya. Populasi etnis Muslim Rohingya dalam beberapa dasawarsa ini terus meningkat. Tentu saja, hal ini menyebabkan kecurigaan dan kecemburuan pada etnis mayoritas Rakhine. Bagi mereka, keberadaan etnis Rohingya dianggap kerikil dalam sepatu yang terus mengganggu. Keberadaan etnis Rohingya dianggap mengurangi hak atas lahan dan ekonomi, khususnya di wilayah Arakan, Rakhine yang menjadi pusat kehidupan etnis Muslim ini.
Dalam catatan PBB, Rohingya hanya disebut sebagai penduduk Muslim yang tinggal di Arakan, Rakhine, Myanmar. Ditinjau dari segi bahasa, etnis Rohingya ini memakai bahasa yang termasuk ke dalam rumpun bahasa Indo-Eropa, khususnya kerabat bahasa Indo-Arya.
Penggunaan bahasa etnis Rohingya kerap sama dengan bahasa Chittagonia yang sering dipakai masyarakat di bagian tenggara Bangladesh. Sementara itu, kebanyakan bahasa di Myanmar tergolong rumpun Tai Kadal, Austroasiatik, atau Sino-Tibetan. Berdasarkan pemakaian bahasa ini, etnis tersebut kemudian dianggap sebagai keturunan etnis Bengali, khususnya sub-etnis Chittagonia yang tinggal di Bangladesh tenggara.
Sementara berdasarkan catatan sejarah, kemunculan pemukiman Muslim di Arakan sebagai cikal bakal kelompok Rohingya terlacak sejak zaman Kerajaan Mrauk U, khususnya pada zaman Raja Narameikhla (1430-1434). Setelah dibuang ke Bengal, Narameikhla lalu menguasai kembali Mrauk U berkat bantuan Sultan Bengal.
Seiring dengan berkuasanya Narameikhla, masuk pula penduduk Muslim dari Bengal ke wilayah Arakan, Rakhine. Dalam perkembangannya, jumlah pemukim Muslim dari Bengal terus bertambah, terutama ketika Inggris menguasai Rakhine. Kurangnya populasi di Rakhine, Inggris memasukkan banyak orang Bengali ke Rakhine untuk bekerja sebagai petani. Karena itu, hingga kini banyak orang Rohingya bekerja di sektor agraris.
Ketika Inggris melakukan sensus penduduk pada 1911, pemukim Muslim di Arakan sudah berjumlah 58 ribu orang. Jumlah itu terus bertambah pada tahun 1920-an ketika Inggris menutup perbatasan India, sehingga orang Bengali memilih masuk ke Rakhine. Sejak tahun-tahun ini pulalah mulai timbul konflik dengan penduduk lokal yang mayoritas merupakan penganut Buddha. [] BNA | Catatan Totok Suhardijanto