Mochtar, Pencetus Negara Kepulauan


Salah satu acara favorit televisi di masa kecil adalah Dunia Dalam Berita yang disiarkan oleh TVRI tiap hari pukul 21.00 WIB. Setelah dewasa saya tahu, acara yang konon juga digemari oleh Presiden Soeharto ini merupakan siaran yang materinya adalah hasil siar ulang TVRI dari berbagai kantor berita asing yang sudah disunting. Materinya adalah kejadian atau peristiwa di seluruh dunia.
Sosok yang kerap muncul dalam pemberitaan adalah seorang laki-laki tegap, sedikit kumis melintang dengan tutur kata lembut dan terkesan ningrat. Di layar tercantum: Menteri Luar Negeri, Mochtar Kusumaatmadja. Sesudah saya menimba ilmu di Fakultas Hukum UGM hampir 16 tahun yang lalu, nama ini sering muncul dalam matakuliah “Pengantar Ilmu Hukum” dan “Hukum Internasional.” Teryata sosok yang sering saya lihat di televisi itu adalah cendekiawan yang sering ditasbihkan sebagai pakar hukum laut internasional. Saya yang sempat mengikuti Penataran P4 periode terakhir Orde Baru, mengikuti kuliah Pancasila dan matakuliah Kewiraaan, kemudian mengenal konsep Wawasan Nusantara.
Konsep ini, seingat saya, mengandung pengertian bahwa wilayah Indonesia yang bersifat kepulauan merupakan satu kesatuan dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Khusus untuk ekonomi mencakup kedaulatan Indonesia atas sumebr daya hayati, nabati, dan mineral di laut. Jadi, laut tidaklah pemisah pulau-pulau tetapi penghubung antarpulau.
Dan konsep Wawasan Nusantara itu merupakan salah konsep yang disusun dan diperjuangkan oleh Moctar Kusumaatmadja. Awalnya merupakan salah satu bagian dari matakuliah yang ia ampu di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Bandung sejak tahun 1956. Sekalipun belum resmi diberi label “Wawasan Nusantara” tetapi konsep itu diadopsi sebagai salah satu dasar keluarnya keputusan pemerintah di tahun 1957 yang secara sepihak menganut sudut pandang negara kepulauan dan terkenal dengan sebutan “Deklarasi Djuanda.” (Catatan: Djuanda adalah birokrat karier yang berlatar belakang insinyur sipil dan kemudian di tahun 1957 ditunjuk Presiden Soekarno menjadi Perdana Menteri di bawah UUD 1950 dan kelak Djuanda juga yang merumuskan keputusan kabinet yang mendorng Soekarno mengekuarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959). Dengan Deklarasi Djuanda itu, maka wilayah Indonesia bertambah 5 juta kilometer sejak kemerdekaan 1945.
Tentu saja keputusan itu memeperoleh protes keras dari pemerintah Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan Selandia Baru. Dengan adanya protes ini, Pemerintah menangguhkan berlakunya Deklarasi Juanda sambil menunggu adanya forum Konferensi Hukum Laut Internasional.
Mochtar Kusumaatmadja, kakak kandung Sarwono Kusumaatmadja (Sekretaris Jenderal Golongan Karya, 1983-1988; Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, 1988-1993; Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1993-1998; Menteri Kelautan dan Perikanan, 1999-2001; dan anggota Dewan Perwakilan Daerah, 2994-2009), lahir di Jakarta, 17 Februari 1929. lulus Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1955, dan tujuh tahun kemudian memperoleh gelar doktor dari Univeristas Padjajaran. Kemudian menjadi dosen di almamaternya.
Tahun 1958 menjadi delegasi Pemerintah Indonesia dalam usia 29 tahun, untuk Konferensi Hukum Laut di Jenewa Swiss. Untuk kali pertama ia mengungkapkan gagasan negara kepulauan dalam forum ini tetapi tidak memperoleh tanggapan.
Pada tahun 1961, sesudah menjadi Rektor Univeristas Padjajaran, ia kembali menjadi delegasi ntuk Konferensi Hukum Laut di Colombo dan Jepang. Kemudian, ia sering didemo oleh kalangan komunis dan dituduh tidak loyak kepada pemerintah karena sering mengkritik Manifesto Politik, pidato Bung Karno, yang kemudian resmi menjadi Garis-garus Besar Halauan Negara. Tahun 1962 ia dipecat sebagai rektor dan dilarang mengajar.
Mochtar kemudian bertolak ke Amerika dan melakukan kajian hukum di University of Chicago (1964-1966).
Di awal Orde Baru, kedudukannya dipulihkan dan ia aktif di Konsorsium Ilmu Hukum. Di forum ini ia memperoleh respon positif untuk gagasan mengenai negara kepulauan yang sejak lama ia perjuangkan. Dengan diangkatnya Oemar Seno Adji (Menteri Kehakiman, 1966-1974) menjadi Ketua Mahkamah Agung, Mochtar ditunjuk Presiden SOeharto mengisi posisi Menteri Kehakiman (1974-1978) dan kemudian menjadi Menteri Luar Negeri (1978-1988). Saat menjadi Menteri Kehakiman, Mochtar berambisi menjadikan departemen yang ia pimpin sbeagai “law center” dengan merevitalisasi unit kerja di bawahnya, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) sebagai pusat perencanaan legislasi nasional. Ada kesan, Mochtar yang segera memperoleh dukungan dari terutama Universitas Padjajaran untuk fungsi BPHN tersebut, dituding membuat tandingan bagi sentral perencanaan pembangunan, Bappenas. Mochtar pula yang mengembangkan Teori Hukum dan Pembangunan, yang acapkali mengandung substansi pendayagunaan hukum sebagai instrumen pembangunan.
Dalam masa jabatan sebagai Menteri Luar Negeri ia menhadiri Konferensi Hukum Lait Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jamaica (1982) dan gagasan negara kepulauan diterima dan dikukuhkan. Indonesia diakui mempunyai kedaualatan Zona Ekonomi Eksklusif 200 meter dan batas landas kontinen hingga 16 mil laut terhitung dari titik laut terluar kepulauan Indonesia. Demikian juga Deklarasi djuanda diakui dalam legalitasnya.
Pada tahun 1994 seluruh hasil konferensi hukum laut tadi berlaku efektif. Oleh sebab itu, tanpa mengangkat senjata atau perang, wilayah Indonesia bertambah seluas 8 juta kilometer.
Sesudah tahun 1988, Mochtar tidak lagi menjabat menteri. Presiden Soeharto menghendaki Mocthar menjadi Ketua Mahkamah Agung tetapi tawaran itu ditolaknya. ochtar kembali ke dunia pendidikan. Ia aktif di Konsorsium Ilmu Hukum, wadah pengembang kurikulum ilmu hukum di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Mas Ishar