Cerai!!! Pintu Darurat yang Dibenci Allah




Mendambakan kehidupan rumah tangga yang penuh kebahagiaan lahir dan batin merupakan impian dari setiap pasangan suami istri. Karena hal itulah yang menjadi tujuan utama sebuah pernikahan. Namun pada kenyataannya tidak semua pasangan mampu meraih impian ini. Mungkin dimasa awal pernikahan, mereka bisa merasakan kebahagiaan, tetapi seringkali kebahagiaan itu hanya berlangsung sebentar saja, jika setiap individu tidak dapat bersikap toleran kepada pasangannya.

Prof. DR. H. Dadang Hawari mengatakan, masa-masa awal dalam membina rumah tangga merupakan masa yang rentan terhadap perceraian. Beliau berpendapat, lima tahun pertama dalam kehidupan sebuha rumah tangga merupakan masa-masa yang kritis. Jika dalam lima tahun pertama setiap pasangan dapat melewatinya dengan mudah, Insya Allah ditahun-tahun selanjutnya dapat dilewatinya dengan lebih mudah.

Mengapa demikian? Masa-masa awal kehidupan rumah tangga adalah masa ta'aruf yang sesungguhnya dengan pasangan kita. Mungkin pada saat pacaran atau ta'aruf sebelum menikah, setiap orang tentu menunjukkan sifat terbaiknya, dan menutupi sifat-sifat buruknya yang diyakini dapat mengganggu hubungan percintaan mereka, sehingga setiap individu hanya mampu melihat kelebihan dari calon pasangan hidupnya, tanpa melihat kekurangannya. 

Ketika keduanya memasuki jenjang pernikahan, mulailah keluar sifat asli dari masing-masing individu yang sebelumnya selalu disembunyikan. Bagi sebagian orang, hal itu mungkin bukan suatu masalah yang serius, karena dengan komitmen yang kuat dan tentunya dengan rasa toleransi yang tinggi, hal itu dapat dilaluinya dengan mudah. Namun, bagi pasangan yang lain, dengan terbukanya sifat-sifat yang kurang biasa ia terima dari pasangannya, hal ini dapat menimbulkan rasa shock dan tekanan psikologis yang besar. Pada saat inilah, bulan madu yang indah perlahan memudar, menjadi hari-hari panjang yang penuh dengan tekanan batin.

Jika sudah demikian, apalagi yang akan terlintas didalam pikiran selain perceraian? Perceraian memang menjadi jalan satu-satunya bagi orang-orang yang tidak mampu berdamai dengan dirinya sendiri, dan terpenjara dengan egonya yang besar. Padahal dalam situasi ini, sesungguhnya perceraian masih dapat dihindari, jika setiap individu mau bersikap toleran, dengan menerima segala kekurangan pasangannya serta bersama-sama berusaha memperbaiki diri.

Dalam Islam, perceraian memang dibolehkan, terutama dalam keadaan darurat. Misalnya, jika pasangan yang kita nikahi ternyata suka melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga (kdrt), atau mengajak pindah atau keluar dari agama Islam atau hal lain yang dapat menimbulkan mudharat yang besar sehingga tidak dapat diperbaiki lagi. Pada saat inilah perceraian dapat menjadi pintu darurat yang boleh kita lewati.

Akan tetapi, jika masalah yang terjadi hanyalah persoalan yang sepele, dan bukan masalah yang serius, untuk apa kita berkeras hati memilih cerai? Mengapa kita tidak berusaha untuk memperbaikinya?  Jika masih ada pintu lain yang penuh dengan pahala dan rahmat, mengapa kita harus membuka pintu darurat yang dibenci Allah? Cerai adalah pintu darurat yang dibenci Allah.

Rasulullah SAW bersabda, "Perkara halal yang paling dibenci Allah ialah talak (perceraian)."(HR. Abu Daud dan Ahmad).