Saksi Mata Tragedi Crane Masjidil Haram, Dumami: Seperti Kiamat!!


Salah satu jamaah haji yang menjadi Saksi Mata dalam Tragedi Crane Masjidil Haram, Dumami (56 tahun) dan istrinya Halimah (50 tahun) ketika itu sudah berada di Masjidil Haram pada Jumat (11/9/2015) sore menjelang Magrib. Di dalam masjid keduanya berpisah karena area sholat pria dengan wanita berbeda tempat.

Di luar masjid cuaca tengah tak bersahabat. Hujan turun dengan derasnya sehingga memunculkan genangan air setinggi mata kaki orang dewasa di sekitar Kabah. Lampu-lampu pun sempat mati.

Namun di dalam Masjidil Haram sambil menunggu adzan berkumandang, Dumami dengan tumakninah mendaras ayat suci Alquran. Di bagian perempuan, Halimah tak mau ketinggalan. Sambil memegang tasbih dia melantunkan ayat-ayat suci Alquran.

masjidil haram
Dumami dan Istri, Saksi Mata Tragedi Crane Masjidil Haram


Lantunan ayat-ayat Alquran dari Dumami, Halimah dan ribuan jemaah haji mendadak terhenti ketika terdengar sebuah bunyi menyerupai petir yang diiringi jeritan tangis, takbir dan istighfar dari jemaah. Sebuah mesin derek alias crane jatuh dari bagian atas Masjidil Haram menimpa jemaah yang menanti adzan Magrib.

Peristiwa itu sangat mendadak dan menimbulkan kekacauan. Sebuah benda seperti rangka besi persegi panjang berukuran 4 x 3 meter terjatuh. Benda di ujung crane itu jatuh ke lantai dan meluncur dari ketinggian bergerak menyapu jamaah yang sedang beribadah di masjidil haram. Ukuran besi yang jatuh sedemikian besarnya sehingga lantai tempat thawaf ikut bergetar.

Tragedi Crane Masjidil Haram
Crane Yang Terlempar

Crane baru berhenti saat tersangkut di bawah jembatan untuk menuju tempat tawaf di lantai 1. "Suara jeritan, tangisan, takbir dan istighfar bergema. Seperti kiamat," kata Dumami saat ditemui di penginapan 625 daerah Syisya.

Thawaf sempat terhenti selama kurang lebih 5 menit. Lokasi jatuhnya besi crane itu berada sekitar 100 meter dari Ka'bah tegak lurus Maqom Ibrahim. Sebuah pagar pembatas berwarna hijau di dalam Masjidil Haram digulingkan untuk menaruh jemaah yang terluka maupun meninggal.

"Pagar pembatas yang berwarna hijau itu digulingkan dan dipakai buat menaruh jamaah haji yang terluka dan meninggal. Sebab, ambulans belum datang," kata Dumami.

Menurut Halimah suasana kala itu sangat, kacau. Beruntung tahun ini adalah kedua kalinya dia berhaji sehingga tahu apa yang dilakukannya.

Halimah menggandeng dua jamaah haji lansia asal Indonesia yang berada di dekatnya. "Saya gandeng dua ibu lansia lainnya untuk keluar. Namun tidak dibolehkan oleh penjaganya," kata dia.

Penjaga keamanan Masjidil Haram meminta jemaah untuk berkumpul di tempat sa'i dan masjid Abdullah. Suasana di luar Masjidil Haram kala itu memang masih hujan deras yang disertai angin kencang.

"Saya kemudian noleh ke kiri. Sekitar 30 meter terlihat jemaah yang berdarah-darah. Untung besi yang jatuh menyapu ke arah kiri, kalau ke arah kanan nggak tahu nasib saya," ujarnya menerawang.

Karena kejadian ini Halimah membatalkan niatnya untuk sholat Maghrib di Masjidil Haram dan memilih untuk menjamaknya. Setelah penjaga mengizinkan, dia bersama 2 jamaah lansia kembali ke penginapannya.

Halimah pulang lebih dahulu ke penginapannya, setelah itu baru kemudian disusul Dumami. Sehari setelah kejadian itu, pengusaha di bidang garmen ini mengaku masih trauma dan belum berani ke Masjidil Haram sendirian.