Yuddy Aditiawan
Kitab Undang-Undang Majapahit (WILWATIKTA) : “Kutara Manawa Dharmasastra”
Sebagai Kerajaan besar tentunya ada suatu mekanisme administrasi dan tata hukum kenegaraan yang dijadikan landasan. Setelah mengalami proses telaah sejarah yang panjang, para ahli sejarah telah dapat merekonstruksi kembali hal tersebut berdasarkan referensi prasasti dan dokumen sejarah lainnya.Khusus untuk catatan ini, saya ucapkan Terimakasih kepada : Yth. Prof. DR. SLAMET MULYANA yang telah menyumbangkan begitu besar tenaga dan ilmu pengetahuannya menguak keberadaan Kerajaan Majapahit (WILWATIKTA). Semoga pengabdian tulus beliau beserta segenap tenaga ahli (yang tidak dapat kami sebut satu persatu) mendapatkan hasil yang berguna, sebagai landasan awal rekonstruksi sejarah kebesaran Kerajaan Majapahit (WILWATIKTA).
Kitab undang-undang tersebut disebut pertama kali dalam “Piagam BENDASARI (tidak ber-tarikh)” : Dikeluarkan oleh SRI RAJASANAGARA (Dyah Hayamwuruk / BRAWIJAYA – III), termuat dalam O.J.O. LXXXV, lempengan ke-6a sebagai berikut :
“makatanggwan rasagama ri sang hyang Kutara Manawa adi, manganukara prewettyacara sang pandita wyawaharawiccheda kering malama” (Dengan berpedoman kepada isi kitab yang mulia Kutara Manawa dan lainnya, menurut teladan dan kebijaksanaan para pendeta dalam memutuskan pertikaian jaman dahulu).Disebut juga dalam “Piagam TROWULAN (1358)” yang dikeluarkan oleh SRI RAJASANAGARA (Dyah Hayamwuruk / BRAWIJAYA – III), lempengan III baris 5 dan 6 sebagai berikut :
” ……. ika ta kabeh Kutara Manawa adisastra wiwecana kapwa sama-sama sakte kawikek saning sastra makadi Kutara Manawa …….” (……. Semua ahli tersebut bertujuan hendak mentafsirkan kitab undang-undang Kutara Manawa dan lainnya. Mereka itu cakap mentafsirkan kitab-kitab undang-undang seperti Kutara Manawa …….).Kitab perundang-undangan Kutara-Manawa mempunyai watak yang mirip sekali dengan Manawadharmasastra, kedua-duanya menekankan susunan masyarakat yang terdiri dari empat golongan / warna demi kebaikan masyarakat.
“makatanggwan rasagama ri sang hyang Kutara Manawa adi, manganukara prewettyacara sang pandita wyawaharawiccheda kering malama” (Dengan berpedoman kepada isi kitab yang mulia Kutara Manawa dan lainnya, menurut teladan dan kebijaksanaan para pendeta dalam memutuskan pertikaian jaman dahulu).Disebut juga dalam “Piagam TROWULAN (1358)” yang dikeluarkan oleh SRI RAJASANAGARA (Dyah Hayamwuruk / BRAWIJAYA – III), lempengan III baris 5 dan 6 sebagai berikut :
” ……. ika ta kabeh Kutara Manawa adisastra wiwecana kapwa sama-sama sakte kawikek saning sastra makadi Kutara Manawa …….” (……. Semua ahli tersebut bertujuan hendak mentafsirkan kitab undang-undang Kutara Manawa dan lainnya. Mereka itu cakap mentafsirkan kitab-kitab undang-undang seperti Kutara Manawa …….).Kitab perundang-undangan Kutara-Manawa mempunyai watak yang mirip sekali dengan Manawadharmasastra, kedua-duanya menekankan susunan masyarakat yang terdiri dari empat golongan / warna demi kebaikan masyarakat.
Bab – I : Ketentuan umum mengenai denda.
Bab – II : Delapan macam pembunuhan, disebut astadusta.
Bab – III : Perlakuan terhadap hamba, disebut kawula.
Bab – IV : Delapan macam pencurian, disebut astacorah.
Bab – V : Paksaan atau sahasa.
Bab – VI : Jual-beli atau adol-atuku.
Bab – VII : Gadai atau sanda.
Bab – VIII : Hutang-piutang atau ahutang-apihutang.
Bab – IX : Titipan.
Bab – X : Mahar atau tukon.
Bab – XI : Perkawinan atau kawarangan.
Bab – XII : Mesum atau paradara.
Bab – XIII : Warisan atau drewe kaliliran.
Bab – XIV : Caci-maki atau wakparusya.
Bab – XV : Menyakiti atau dandaparusya.
Bab – XVI : Kelalaian atau kagelehan.
Bab – XVII : Perkelahaian atau atukaran.
Bab – XVIII : Tanah atau bhumi.
Bab – XIX : Fitnah atau duwilatek.
Ini adalah bukti bahwa Kerajaan Majapahit (dan Kerajaan-Kerajaan Nuzwantara) mampu untuk menjadi induk dari Federasi Kerajaan diseluruh dunia karena ia negara yang memiliki sumber hukum tertulis yang mengikat warganya (federasi koloninya) diseluruh dunia.