Harta Tidak Barokah, Rumah Baru untuk Wanita Simpanan




Apa yang kita kejar di dunia ini? Jika hanya sekedar harta yang banyak, namun tidak barokah, buat apa? Ia tidak mendatangkan kebahagiaan, tidak membawa kedamaian, juga tidak mengarahkan pada banyak kebaikan.
Islam memberikan satu istilah yang merangkum berjuta kebaikan. Itulah barokah. Dalam hal harta, harta yang barokah adalah harta yang membuat kita tetap berada di jalan Allah dan menjadi sarana bagi kita untuk semakin dekat kepada Allah; dengan berbagai cara. Dengan bertambahnya harta, bertambah jumlah zakat dan sedekah kita. Dengan bertambahnya harta, semakin terbuka peluang beramal di jalan-Nya. Dengan bertambahnya harta, semakin mudah kita melaksanakan perintah dan sunnah rasul-Nya; mungkin berhaji, umrah, berdakwah, bahkan berjihad di jalannya.
Islam tidak antipati pada harta dan kekayaan. Karena sesungguhnya harta dan kekayaan itu bersifat netral. Di tangan orang shalih, ia menjadi sarana kebaikan. Karenanya Rasulullah mensabdakan, sebaik-baik harta adalah harta yang baik di tangan orang-orang yang shalih. Karenanya para sahabat tidak menjauhi harta; mereka memiliki banyak harta, namun tidak menjadikannya berdiam dalam hati. Infaq, infaq, infaq. Dakwah, jihad, dakwah, jihad. Maka mengalirlah keberkahan dalam kehidupan mereka.
Syarat utama harta yang barokah adalah halal asalnya, halal pula penggunaannya. Tidak sebaliknya, haram cara memperolehnya, haram pula cara menggunakannya. Seorang ustadz yang juga pakar konsultasi keluarga menceritakan saat kami bertemu di acara halalbihalal, di kotanya ada seorang yang kekayaannya bertambah. Ia kini memiliki beberapa rumah. Sayangnya, rumah itu tidak digunakannya untuk kebaikan. Misalnya sebagai investasi untuk keluarga dan anak cucunya. Atau dikontrakkan dan sebagian hasilnya untuk zakat dan sedekah. Atau dipinjamkan sebagai rumah tahfidz atau panti asuhan. Namun justru rumah itu diberikan kepada wanita simpanannya yang tentu saja tidak halal.
Satu dua pekan, wanita simpanan itu tidak ketahuan. Satu dua pekan, mungkin ia merasa bahagia. Tetapi kebahagiaan apa yang sanggup bertahan lama sementara ia sendiri membohongi dirinya dan menentang kesucian hatinya. Ia harus terus berbohong kepada keluarganya, terutama kepada istrinya. Dan ketika kasusnya terbongkar, bisa dibayangkan betapa ruwet hidupnya? Kekayaannya tidak mampu mengganti kegalauan jiwa dan pikiran akibat beban dosa.
Sahabat bersamadakwah… boleh kita mencari harta sebanyak-banyaknya. Bahkan dianjurkan. Asalkan niatnya baik, caranya baik, dan peruntukannya baik. Niatnya karena Allah, sebagai sarana beribadah dan memperbanyak kemanfaatan di jalan-Nya. Caranya halal, terbebas dari hal-hal yang haram. Lalu harta itu digunakan di jalan yang benar. Insya Allah berlimpah barokah. [Muchlisin BK/Bersamadakwah]