Di Jaman modern ini, atau yang lebih populer dengan internetisasi ini. Cukup banyak orangtua yang prihatin dengan dampak negative dari kemajuan tehnologi informasi. Kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabya, Malang, Medan, juga pinggiran kota, bahkan kampung-kampung serta desa pedalaman juga deman interneitasi, ternyata juga sangat memprihatinkan. Di tambah lagi, adanya jejaring sosial seperti facebook, twitter, BBM sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat, khususnya kaum remaja.
Bukan hanya orang dewasa yang melek tehnologi informasi, orangtua (nenek-nenek), bahkan masih bayi-pun juga sudah mulai mengerti namanya internet, dan kadang memiliki facebook, twitter, bbm, dan sudah dibelikan handphone androit yang bertehnologi tinggi. Jejaring social itu ibarat pisau tajam yang menyayat siapa saja, tergantung siapa yang menggunakan. Jika yang pegang pisau itu Ibu rumah tangga, akan digunakan untuk memotong sayuran dan buah-buahan, serta bumbu-bumbu dapur.
Jika jejaring sosial ada ditangan politisi, akan berfungsi sebagai alat untuk kampaye (mempromosikan diri) menjadi caleg, atau pileg. Jika di tangan bisnisman, akan menjadi media untuk menjual produk (komoditas) dagangannya. Jika itu di tangan remaja yang sedang galau, akan menjadi tempat curhat. Jika ada ditangan pelacur, akan digunakan sesuai dengan profesinya untuk menjajakan dirinya.
Tidak salah jika pernah ada yang membahas bahwa facebook itu hukumya haram. Cukup banyak gadis-gadis remaja yang menjadi korban lelaki nakal yang tidak bertanggung jawab. Sudah tidak terhintungnya lagi jumlahnya. Banyak juga sampah-sampah berupa po*nografi dan po*no aksi yang kadang memberikan pengaruh buruk kepada remaja yang baru mengenal dunia remaja.
Pendeknya, adanya kemajuan tehnologi tidak bisa dibendung, apalagi dihentikan dengan paksa. Kemajuan tehnlogi dan budaya itu ibarat banjir bandang yang akan menerjang siapa-pun, jika tidak bisa berenang maka akan tenggelam bersama air bandang yang begitu kencang. Orangtua tidak akan mampu mewanti-wanti putra-putrinya untuk tidak bermain game online, atau bermain internet, atau permainan berbasis internet.
Orangtua hanya bisa memberikan penggarahan, pendampingan, serta memberikan nasehat-nasehat positif agar putra-putrinya tidak terbawa banjir bandang internetiasi ini. Tidak lupa orangtua harus membangun komunikasi yang erat nan akrab dengan putra-putrinya, agar supaya rumah (keluarga) menjadi tempat yang menyenangkan dan menyejukkan bagi putra-putrinya. Dengan kata lain, rumahku adalah surgaku, dan kedua orangtuaku adalah idolaku’’.
Jangan sampai anak-anak itu lebih betah di luar rumah, serta lebih suka curhat kepada temannya, tetangga, karena orangtua dictator, otoriter, dan tidak bersahabat dengan anak-anaknya. Jangan sampai anak-anak juga merasa tidak nyaman dirumah, karena kondisi rumah tangga tidak kondusif, bahkan brokenhome Kedua orangtuanya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Berangkat pagi, malam baru kembali, sehingga waktu untuk anak tidak tersisa lagi, karena lelah seharian bekerja.
Kejadian-demi kejadian yang membuat miris dunia pendidikan dan moral bangsa. Anak-anak kecil menjadi korban pencabulan di sekolah, seperti JIS, adapula seorang guru menjalin cinta dengan muridnya yang masih di bawah umur, sehingga terjadi pencabulan yang serius. Anak-anak remaja memperkosa, dan kadang mabuk-mabukan. Ada pula anak masih bau kencur sudah melakukan hubungan asusila, bahkan disaksikan banyak mata.
Cukup banyak teori-teori, serta cara mendidik anak yang dikemukakan oleh pakar-pakar pendidikan negeri ini, bahkan banyak pula saling menyalahkan karena system pendidikan tidak bagus dan tidak pula berkualitas. Menteri pendidikan di anggap tidak becus, bahkan ada yang sengaja menyudutkan menteri pendidikan karena kasus yang terkait dengan anak-anak bangsa ini.
Belajar dari Ayam Betina
Para orangtua yang diberikan akal tentu saja lebih pinter dan cerdas dari pada Ayam Betina. Tetapi, belum tentu seorang Ibu itu lebih kuat dari pada Ayam Betina. Cukup banyak ibu-ibu yang pinter, berpendidikan tinggi, cerdas dan pinter mencari duit, tetapi kalah dengan ayam betina.
Banyak sekali Ibu yang hanya bisa melahirkan, tetapi tidak bisa menjadi teladan bagi putra-putrinya. Ibu hanya bisa menasehati, tetapi tidak bisa memberikan makanan ruhani. Ibu-ibu yang hanya bisa memberikan makanan yang sehat dan bergizi, tetapi tidak mau berpuasa (tirakat) demi putra-putra putrinya di kemudian hari.
Liha saja Ayam Betina. Setiap hari, Ayam Betina itu bertelur, hingga jumlahnya kadang mencapai puluhan. Setelah cukup banyak telornya, Ayam itu Betina itu tidak serta merta meninggalkan telornya begitu saja. Ayam Betina itu memiliki kewajiban dan tanggung Jawab yang tinggi, yaitu angkrem (ngerami) telur-telurnya.
Berhari-hari Ayam Betina itu ngerami telurnya berhari-hari agar kelak semua bisa menetas dan menjadi anak Ayam yang bagus dan berkualitas. Selama Ayam Betina itu Ngerami Telurnya, Ayam Betina rela tidak makan dan tidak minum selama berhari-hari. Rupanya, dengan kondisi lapar (tirakat), justru memiliki miracle yang hebat bagi perkembangan telor yang dieraminya.
Kesenangan demi kesenangannya yang selama ini dilakukan oleh sang Betina, harus ditinggalkan sementara waktu. Dengan tujuan agar supaya telornya itu bisa menetas dengan baik dan sempurna. Hingga suatu saat, telor-telor itu menetas. Keluarlah uthok (anak ayam) dengan sehat dengan berwarna warni, bersih dan meyenangkan bagi setiap orang yang melihatnya.
Belajar dari Ayam Betina itu. Ternyata, menetasnya telor-telor itu, karena Ayam Betina itu mau tirakatan (meninggalkan kesenangan duniawi), dengan cara bayak berpuasa siang dan Malam. Melupakan dulu kesenagan-kesenangannya duniawi, seperti; meninggalkan makan, minum, berjalan-jalan, serta menjaga tidak berhubungan dengan jantan-jantan di luar sana.
Jika di analogikan dengan seorang Ibu rumah tangga, Rajin puasa sunnah, sholat malam, berdzikir, bersholawat dan bermunjat setiap saat kepada Allah SWT. Meninggalkan kesenangan-kesenangan duniawi adalah sikap yang harus dilakukan oleh orangtua, khususnya bagi setiap Ibu. Dengan begitu kelak, anak-anak akan tumbuh sempurna, baik jasmani dan rohani, sehingga memiliki ahlak yang mulia.
Jika seorang Ibu tidak kuat atau malas melakukan tirakat, janganlah banyak berharap kelak anak-anaknya menjadi hebat dan berkwaalitas baik fisik maupun ruhani serta intelektualnya. Nabi Ibrahim as mengajarkan kepada setiap orangtua agar senantiasa mengirimi putra-putrinya doa yang di barengi dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Beliau selalu berdoa”jadikankah kami orang yang selalu menjalankan sholat, begitu juga dengan keturunan-keturuanku’’.
Penulis: Abdul Adzim Irshad
Alumnus Universitas Ummul Qura Makkah