Menelusuri Jejak Teungku di Lhokseumawe



240313_4.jpg
SERAMBI/SAIFUL BAHRI
KUBURAN para pengikut Tgk di Lhokseumawe
240313_5.jpg
KAIN yang digantung di atas kuburan oleh warga yang melepaskan nazar
240313_6.jpg
240313_7.jpg
240313_8.jpg

MAKAM dan tugu yang terletak di pinggir Sungai Cunda, tepatnya di Desa Banda Masen, Kecamatan Banda Sakti, Lhokseumawe, menjadi secuil bukti  tentang sosok ulama berpengaruh di Lhokseumawe pada abad ke-19. Cerita di masyarakat menyebutkan, pemilik kuburan itu, Tgk Ahmad Lhokseumawe, adalah ulama sekaligus tokoh yang menabalkan nama Lhokseumawe bagi daerah yang kini telah menjadi kota administratif.
Sayangnya, sejauh ini belum ada uraian sejarah pasti kapan ulama yang sering disebut Teungku di Lhokseumawe meninggal dunia. Tak banyak pula rujukan tentang sejarah perjalanan hidupnya.

Namun demikian, makam dan tugu di pinggir Sungai Cunda itu bisa dijadikan sebagai dasar untuk menelusuri kembali jejak sang pendiri Kota Lhokseumawe ini. Data diperoleh Serambi, makam ini sempat dipugar tahun 1980-an. Di situ dibangun sebuah pondok untuk balai pengajian masyarakat sekitar, serta tempat istirahat bagi warga yang berkunjung.

Tapi saat ini kompleks kuburan tersebut terkesan seperti tidak lagi mendapatkan perhatian. Beberapa bagian dari pondok mulai bolong-bolong dimakan usia. Pagar dan pun lantai di sekitar makam pun banyak yang sudah rusak. Beberapa meter dari makam Teungku di Lhokseumawe, ada belasan kuburan kuno yang diyakini merupakan kuburan santri setianya.

Sayangnya, kuburan bernisankan batu lama itu, tidak terawat sama sekali. Hanya sebuah pagar kawat melingkari, itu pun dibuat dengan dana pribadi warga sekitar. Intinya, ulama ini adalah seorang tokoh di Kota Lhokseumawe. Karenanya, menjadi kewajiban bagi Pemerintah Kota Lhokseumawe untuk melestarikan dan menelusuri jejak sejarahnya.

Serambi